Seiring dengan maraknya penggunaan internet dan sosial media, risiko mengalami cyberbullying pada anak-anak kini semakin meningkat. Meskipun cyberbullying dilakukan di dunia maya, namun bullying atau perundungan yang dilakukan pada anak dapat menyebabkan trauma hingga dewasa. Karena itu, orang tua perlu mendampingi anak dengan cermat ketika ia menjadi korban cyberbullying.
Tanda-Tanda Anak Mengalami Cyberbullying
Sebagian besar anak-anak dan remaja tidak berani bercerita pada orang lain mengenai cyberbullying yang mereka alami. Mereka cenderung menyembunyikan peristiwa perundungan yang dialami termasuk pada orang tua karena malu atau takut gawai yang mereka gunakan akan disita. Akibatnya, banyak orang tua tidak menyadari jika anaknya mengalami cyberbullying.
Sebagai orang tua, berikut ini beberapa tanda yang perlu diwaspadai bila anak mengalami cyberbullying:
- Banyak menghabiskan waktu di dunia maya
- Menarik diri dari kegiatan bersama keluarga, teman-teman dan aktivitas sekolah lainnya
- Mengalami perubahan suasana hati, perilaku, jam tidur dan emosi
- Gelisah saat menerima pesan teks, email atau membaca postingan di sosial media
Selain mengenali tanda-tanda cyberbullying, orang tua juga perlu mengetahui bentuk perundungan yang terjadi pada anak. Perilaku seperti mengirim pesan dengan kata-kata kasar, meledek, mengancam, menyebarkan foto-foto pribadi, memberi komentar jahat, dan menyebarkan rumor palsu di dunia maya juga merupakan bentuk cyberbullying.
Menghadapi Anak yang Menjadi Korban Cyberbullying
1. Ajak anak bicara
Jika anak Anda memang menjadi korban cyberbullying, cobalah untuk mencari tahu lebih dalam mengenai peristiwa tersebut. Tanyakan pada anak bagaimana awal mula peristiwa bullying bisa terjadi, kapan peristiwa tersebut terjadi dan siapa saja yang terlibat.
Setiap orang tua tentu ikut merasa sakit hati melihat buah hatinya menjadi korban perundungan. Namun sebaiknya redam amarah Anda dan hindari mengeluarkan komentar yang menyalahkan dan menyudutkan anak. Sebaliknya, Anda perlu memberi dukungan penuh pada anak agar ia mampu mengatasi masa sulitnya.
2. Jelaskan bahwa ini bukan salah anak
Korban bullying biasanya akan merasa malu dan menyalahkan diri atas peristiwa yang dialami. Sebagai orang tua, Anda perlu menjelaskan pada anak bahwa peristiwa bullying adalah kesalahan pelaku, bukan korban. Dengan cara ini, anak akan merasa bahwa ia tidak sendirian, dikelilingi orang-orang yang menguatkannya. Dukungan orang terdekat secara perlahan akan membangun kembali kepercayaan dirinya.
3. Jangan merespon pelaku
Bila peristiwa cyberbullying masih berlangsung, maka minta anak Anda untuk mengabaikan apa pun yang dilakukan pelaku. Merespon unggahan pelaku hanya akan memperburuk situasi dan membuat anak tertekan. Pelaku akan merasa ‘menang’ jika unggahannya berhasil memicu emosi korban.
4. Kumpulkan bukti dan laporkan
Banyak korban yang memilih menghapus pesan intimidasi karena merasa ketakutan. Dalam situasi ini, orang tua perlu menjelaskan pada anak bahwa semua perlakuan intimidasi yang diterima dapat digunakan sebagai barang bukti. Bila anak trauma harus melihat kembali pesan-pesan yang dikirim pelaku, orang tua dapat membantu mengumpulkan bukti tangkapan layar baik berupa pesan ancaman, komentar tidak pantas, teks dan foto-foto lain yang termasuk tindakan intimidasi.
5. Cari bantuan
Cyberbullying dapat meninggalkan efek samping yang berbeda pada masing-masing anak. Beberapa di antaranya gangguan kecemasan, depresi, perubahan suasana hati, merasa tidak berharga, menarik diri dari kehidupan sosial, penurunan nilai akademik dan lain-lain. Untuk mengatasinya, Anda bisa bicara pada anak agar mau berkonsultasi dengan guru di sekolah, dokter atau psikolog. Dengan penanganan yang tepat, trauma yang dirasakan anak dapat mencegahnya dari depresi.
Meski terjadi di dunia maya, efek samping cyberbullying dapat membekas pada anak hingga mereka beranjak dewasa. Untuk itu, anak korban cyberbullying perlu mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekatnya.
Mau tahu informasi seputar kehamilan, menyusui, kesehatan wanita dan anak-anak? Cek di sini, ya!
- dr Hanifa Rahma